Jumat, 19 Juni 2015

CERPEN : "Nonton"



Senja itu, aku pulang masih dengan pakaian dan dandanan yang sama semenjak masuk kelas kuliah jam 7 pagi. Hari yang melelahkan seperti biasanya dengan segala aktivitas kampus, mulai dari kerja kelompok membuat video company visit di kampung wisata prawirotaman, mengunjungi restoran tata boga untuk praktek table-manner, hingga, agenda rapat rutin festival anniversary hima. Kusingsingkan sedikit blus panjang ku untuk melihat pukul berapa saat itu. Jam 16.30.

Aku menaiki tangga curam nan terjal kos yang tetap setia bersamaku dua tahun belakangan. Masih saja kupajang bunga plastik pemberian seorang bribikan teman sewaktu kami upgrading di depan pintu kosan, menemani segala gala stiker agenda event yang saling tindih disana. Yah mungkin aku terlalu senang ada di kampus ini. Banyak sekali agenda yang membuatku tergerak mengikutinya.
Kubuka pintu kosan dengan sedikit terburu. Aku sudah tidak sabar menghempaskan tubuh lelah ini diatas kasur 2x0,9m. Sedetik kemudian, Aku merasa asing dengan kamar kosan yang rapih. Tanpa selimut yang berantakan, mukena dan sajadah yang dibiarkan tergeletak, kabel charger laptop, tablet, hape, serta headphone yang saling bertautan, dan juga lembaran-lembaran hvs yang berisi sket desain. Namun kali ini berbeda. Semua telah tertata rapi. Aku bahkan lupa kalau pagi tadi sudah sempat aku bereskan. Tak seperti biasanya.

Bisa jadi alasannya disebabkan oleh pergantian statusku akhir-akhir ini yang sekarang telah berpunya. Sudah ndak suwung. Orang memang gampang berubah ketika jatuh cinta, tertusuk panah asmara, ketandan asmoro, gandrung, atau apalah itu namanya. Rasanya letih badan sudah terkesampingkan dengan perasaan senang akan bertemu dengan mamas malam ini. Gak usah dijelaskan to mamas itu siapa? Kan sudah jelas dr root word nya -> mas mas. hehehe.

 Setelah menanggalkan hijab dan berganti baju rumah kosan, kemudian aku membuka-buka lemari untuk mematut diri mencari baju yang pas. Hari ini mamas dan aku berencana nonton film di bioskop bukan di warnet. Aku mengira-ngira baju seperti apa yang bakal dipakai mamas. Gak lucu banget kalo nantinya salah kostum. Bisa gak konsen dan gak mood semalaman. Mamas orangnya easygoing. Biasanya dia akan memakai jeans, t-shirt dan jaket. Topi yang biasanya dipakai ketika acara kampus jelas bakal ditinggalkan. Ngapain ke bioskop pake topi -_-. Terus, sepatu atau sandal? Biasanya sih pake sandal selop. Aku pake sepatu aja deh. Oke, t-shirt, cardigan, jeans, juga sepatu kets sudah ditangan. Tinggal mandi dan nunggu bbm mamas. “ aku sudah di depan.”
*** (^.^) ***
Setelah film selesai diputar, kami menunggu antrian penonton keluar dulu di tempat duduk paling atas. Baris A di sisi agak kanan. Sempet sebel juga karena gak bisa memilih bangku favorit baris tengah sisi kiri.

Setelah dipikir-pikir, bioskop ini lain daripada yang lain. Yang diputar bukan lah film-film baru yang tengah box office. Melainkan film-film jaman dulu yang pernah meraih berbagai penghargaan. Mencurigakan. Sebut saja film The Forest Gump, Dead Poets Society, The Dallas Buyers Club, PK, Great Gatsby, The Blind Side, Pride and Prejudice, dan beberapa film dalam negeri seperti Bahwa Cinta itu Ada, Tenggelamnya kapal van der wijk, dan Opera Jawa. Iya emang aneh kok.Tapi itulah yang membuatku suka mengunjunginya. Apresiasi penghargaan menurutku juga dapat membuat motivasi untuk lebih mengembangkan diri.

Kemudian tak lama setelah menunggu, kami pun keluar. Aku izin mamas pergi ke kamar kecil sebentar sesaat setelah keluar. Kulirik Mamas kemudian duduk di lorong bioskop.

Keluar dari toilet, aku mendapati mamas tengah mengobrol dengan kawan-kawan se-fakultas. Ada beberapa yang merupakan anggota dari geng ajaib mamas. Kebanyakan sih ku kenali. Rasanya orang ini memang ada saja orang yang disapa maupun disapa dimanapun dia ada.

“ Hey mas! Abis nonton apa?” seseorang menepuk pundakku dari belakang.
Rupanya Lucy, teman sekosanku yang baru saja mengagetkanku.
“Duh, cy, kamu itu ya. Mbok jangan manggil mas. Nama ku kan bagus toh. Mashita. Kan bisa sita, cita, cita citata atau apa kek gitu?” protesku.
Lucy tertawa. “Hahaha, ya elu sih namanya mashita. Kan gampang manggilnya ya mas aja gitu”
“Udah lah udah. Emang Lucy mau nonton apa pulang nonton nih?” tanya mamas sambil mengusap usap rambutku.
“Mau nonton nih mas hehehe.” jawab Lucy sambil menunjukkan tiket nya.
“Kuroooooooooooo, lu masih di dalem kan???” tiba-tiba lucy teriak kenceng banget. Manggil temen kos ku yang lain.
Ini orang lagi telat obat apa ya, di bioskop teriak-teriak sama orang yang ada di dalem. Sumpah sarap. Dasar kelakuan.
“Iyaak, nyong masih di dalem” suara khas ngapak Kuro terdengar sampai keluar. Tak kalah kerasnya dengan Lucy.
*** (-___-) ***
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Terdengar suara alarm dari telepon seluler disamping bantal. Aku terbangun dari tidur. Aku beranjak duduk. Kemudian....
“Lucy !!!!!!!! Lo udah ngerusak mimpi indah kuuuuuu” umpat ku sambil membuka pintu menghampiri lucy yang tengah duduk di ambang tangga.
“Yailah, lu sih, udah siang masih molor aja. Mentang-mentang liburan” balas lucy tak kalah nyaring.
Jadi, teriakan lucy tadi itu karena ia penasaran dengan kamar kuro yang tertutup rapat semenjak pagi. Bukan menanyakan apakah dia sudah berada di dalam ruang bioskop.
Jadi yang baru aja terjadi, 700 kata terbuang sia-sia hanya menceritakan tentang mimpi. Maya, fana, gak nyata?

Antara sedih, senang, gemas campur jadi satu. Hasilnya? Aku hanya menertawakan diriku sendiri bersama kekonyolan dan imajinasi bersama mamas. Yang sejatinya hanyalah teman-rasa-pacaran ku.